welcome to my world ! enjoy to read this guys :)

Kamis, 09 November 2017

Teruntuk Cintaku

Ibu, maafkan aku..
Mungkin kau kecewa tapi tak kau tunjukkan itu
Demi menjaga perasaanku

Bapak, maafkan anakmu..
Karna belum mampu menjadi anak yang membanggakan
Seperti apa yang ada dalam pikiranmu

Tapi bapak, ibu..
Ketahuilah bukan ingin ku untuk memilih jalan seperti ini
Bukan kehendak ku pula ini semua terjadi
Memang sudah suratan takdir dari ilahi
Atau memang nasib yang tak berpihak pada diri ini

Ibu,
izinkan aku melangkahkan kaki seperti apa yang diriku inginkan.
Seperti apa yang aku impikan dan pikirkan.

Lepaskan aku agar aku tahu bagaimana kejamnya dunia di luar sana, dan bagaimana aku mampu membuktikan pada diri untuk tetap berdiri teguh berdampingan dengan kekejaman itu.

Biarkan aku melewati badai-badai kehidupan dari jalan yang aku ingin, karna aku tak mau hidup hanya karna terpenjara oleh "apa kata orang lain".

Aku mohon ibu,
Biarkan aku berusaha menyelesaikan problematika hidupku sendiri
Bukan aku tak butuh bantuan, aku akan selalu butuh bahumu sebagai sandaran
Aku akan selalu membutuhkan doamu agar kuat ku berjalan
Aku akan selalu membutuhkan restuMu agar restuNya pun beriringan

Setelah aku mampu menaklukan diriku sendiri, aku akan kembali.
Dalam kehidupan yang abadi.

Dengan cinta,
Si Bungsu :)

Senin, 14 Agustus 2017

Awal dan Akhir



Aku menganggap malam adalah sebuah ruang luas yang diciptakan sedemikian rupa, kemudian bulan dan jutaan bintang adalah siswa yang hadir di dalamnya. Aku dan kau pun mulai beranjak meninggalkan titik temu kita. Awalnya aku berpikir ini hanya akan jadi cerita yang cukup berhenti sampai di sini. Seperti senja yang sesaat kemudian menghilang, meninggalkan sebuah cerita disetiap uraian molekul cahaya jingganya. Membuai dengan “rasa” nyaman yang kemudian tenggelam bersama harapan.

Tapi kenyataan tak seburuk prasangka ku, malam tak segelap cerita masa laluku, langit masih mampu merajut ceritanya hari itu. Pasca momen senja, langit meredup berganti warna. Bulan menggantikan tugas sang surya, terangnya tak kalah memukau mata. Dengan jutaan bintang yang berada di sisinya

Pergilah kami ke sudut kota sebelah atas, di mana ini adalah tempat baru bagiku, untuk pertama kalinya aku bisa melihat ke bawah yang penuh dengan pemandangan lampu-lampu kota berpendar. Aku tak bisa menyembunyikan senyumku, ini terlalu indah untuk dinikmati sebentar. Tak hanya itu, ketika melihat ke atas jutaan bintang menyambut pandanganku. Ah, aku tak ingin pulang rasanya. Semesta terkadang seromantis ini menciptakan aksaranya. Hanya orang-orang tertentu saja yang bisa memahami maknanya. Aku pun hanya tau bahwa ini indah walau tak bernama.

Lanjut pada kisahnya, kami membuka bungkusan makanan yang dibeli sebelum sampai disini. Entah apa yang membuatku nyeletuk “Ini mah makan malam mewah namanya”. Dan kamu hanya tertawa mendengar ucapanku yang mungkin terkesan berlebihan. 

Seusai makan, merehatkan perut dengan duduk bersandar di pinggir pagar. Aku mendongak ke atas, ku ulangi lagi kalimatku dalam hati betapa bintang malam itu sangatlah indah. Kembali bercengkerama bercerita tentang hobinya yang selalu menarik buat aku dengarkan.

Cerita, tawa dan canda menghiasi malam itu, dan tak terasa sudah waktunya aku harus bergegas pulang. Sudah jam 10 malam, tapi bintang-bintang justru semakin tampak. Seolah ingin terus dipandang, tak ingin ditinggalkan.

Sesampainya di rumah, pikiranku masih melayang-melayang pada pemandangan yang baru tadi aku saksikan dan cerita yang baru saja aku dengarkan. Hingga akhirnya aku tertidur pulas dengan cepatnya......

Bertemu pagi, ku sapa mentari di ujung sana. Belum muncul seutuhnya, masih bergerak perlahan. Bergegaslah aku mengenakan sepatu, masih setengah tujuh waktu itu. Aku siap untuk lari pagi. 10 menit berselang masuklah pesan ucapan “selamat pagi” darimu, aku tersenyum kemudian refleks untuk memotret matahari di ufuk timur itu lalu ku kirimkan padamu dengan memberi keterangan “selamat pagi”. Perasaan apa ini, bisa-bisanya aku senyum-senyum sendiri. Lalu ku alihkan pikiranku untuk menikmati udara pagi dan terus berlari.

Pasca patah hati, lari adalah hal yang membuat hatiku sedikit lega. Karena move on itu mirip seperti berlari, lurus menatap ke depan, yang kemudian meninggalkan jejak-jejak yang sudah pernah terlewati satu demi satu. Namun bukan berarti hanya menatap ke depan, terkadang perlu menoleh ke belakang untuk mempelajari jejak-jejak kesalahan yang pernah dialami, dan juga melihat sudah seberapa jauh kita melangkah maju melewatinya.

Kemudian kamu hadir, perlahan memberi warna sedikit dalam kelabuku. Diawal senja itu... 

Senin, 07 Agustus 2017

Senja dan Awal Sebuah Pertemuan

Matahari siang menyengat, aku berjalan terburu-buru agar cepat berlindung dari paparan kehebatan kilaunya. Kemudian aku duduk dan mulai mengutak-atik handphone, ku intip sebuah pesan yang masuk berisikan ajakan untuk melihat senja sore ini. Aku menatap plafon ruang staff fakultas untuk berpikir, kemudian langsung mengiyakan ajakan yang sudah berkali- kali ku batalkan. Maklum, aku terkadang suka lupa bahkan janji yang sudah dibuat dari jauh hari hanya karena ajakan dadakan yang terkesan mendesak.
titik temu dalam senja
Waktu pun cepat berjalan dan menunjukkan pukul 16.00 WITA. Aku bersiap untuk pergi, karena kami berjanjian untuk bertemu di titik pertemuan saja tanpa harus dijemput. Aku pun bertemu dengan mu di titik itu, mencari zona ternyaman untuk duduk agar bisa bersua. Angin sejuk menghampiri setiap cerita yang terlontar diantara kita, sang ombak riuh bersaut-sautan seolah ikut bercengkerama ria, matahari senja pun tak mau kalah untuk menggoda perbincangan kita dengan menyorotkan cahaya hangatnya.

Senja mulai melakukan atraksinya, awan pun bergerombol membentuk formasi seolah mendukung untuk menyempurnakan pertunjukkan sang senja. Dari terik hingga menghangat, matahari mulai turun dari tahta tertingginya. Sinarnya merekah jingga di ujung sana. Sekali lagi, aku jatuh cinta pada pemandangan menakjubkan yang tak pernah membosankan itu. Pemandangan yang seraya meminta untuk dinikmati lagi dan lagi.

Senyum mengembang, lantunan lagu menemani disela keheninganku dan keheninganmu. Tidak ada kata yang terucap lagi, aku dan kau terpaku pada jingga di sisi barat bumi. Merekah seperti bernyawa, kemudian tenggelam karena hanya sementara. Namun ini masih awal pertemuan, mungkin karena ditengah senja menjadikannya seolah perkenalan yang sempurna.

Sore itu seakan berbeda, ribuan makna tersirat dibalik tenggelamnya sang surya. Dan masing-masing manusia mempunyai ribuan bahkan jutaan spekulasi tentang senja hingga cara menikmatinya. Yang biasanya aku menikmati waktu di sore hari untuk menyendiri. Tapi kali ini ku biarkan kau masuk dalam duniaku. Merobohkan dinding imajinasi kesendirianku, kenikmatan indahnya senja yang biasa ku nikmati sendiri sekarang ku bagi denganmu di sore itu. Aku tidak tahu mengapa aku mengizinkanmu masuk, atau memang pintuku yang sedang terbuka hingga kau pun bertamu. Aku merasa berada di atas panggung cerita beserta skenario yang sudah tercipta. Berada diantara megahnya semesta dan sebuah takdir yang dipertemukan dalam sebuah kebetulan-kebetulan fana, yang sebenarnya pun sudah ada. Hanya saja kita belum tau ceritanya, kita belum tau cara bermainnya. 

Langit mulai meredup, lampu-lampu kota mulai berkerlip menyala. Matahari mulai menghilang dibalik selimutnya. Sampai aku tak sadar lenganku sudah bersandar pada bahumu. Ah, ini tidak naif. Aku benar-benar tak sadar, karena terlalu menikmati suasana. Tetapi jantungku sedikit terpompa lebih cepat ketika ku tersadar, rasanya pipiku merona karena menahan malu. Namun seolah tak terjadi apa-apa kau tetap duduk asyik menatap ke arah lautan lepas yang membiru lebam. Menandakan malam mulai hadir untuk mengisi presensinya hari ini. Dan aku ? entah siapa yang menyuruh lengan ini untuk tetap melekat dengan bahumu kala itu.

Aku menganggap malam adalah sebuah ruang luas yang diciptakan sedemikian rupa, kemudian bulan dan jutaan bintang adalah siswa yang hadir di dalamnya. Aku dan kau pun mulai beranjak meninggalkan titik temu kita. Awalnya aku berpikir ini hanya akan jadi cerita yang cukup berhenti sampai di sini. Seperti senja yang sesaat kemudian menghilang, meninggalkan sebuah cerita disetiap uraian molekul cahaya jingganya. Membuai dengan “rasa” nyaman kemudian tenggelam bersama harapan.
Tapi ternyata tidak..........................................

To be continue ‘till we meet again.
 

Minggu, 09 Juli 2017

Diri yang Merdeka atau Terpenjara

Selamat malam duniaku :)
Ceritaku kali ini tentang orang yang merdeka dan orang yang terpenjara..
Biar aku menjelaskan opini ku tentang orang yang terpenjara terlebih dahulu, karena aku rasa banyak sekali orang-orang yang merasa terpuruk dan terpenjara oleh sebuah masalah. Yang kemudian menyalahkan keadaan. Apa benar keadaan yang salah ? Bagaimana kalau dirimu lah yang ternyata sang pelaku yang membuat penjara untuk dirimu sendiri ? Tidak merasa bahagia karena keinginan dan ekspetasi kehidupan yang terlalu besar kemudian tidak terjadi di kehidupan nyata. Membuat sebuah planning dari A sampai Z kemudian hancur berantakan karna berbagai hal.

Hidup memang penuh dengan kemungkinan , termasuk kemungkinan kamu gagal dan kamu tidak beruntung atas suatu hal. Mencemaskan berbagai hal dalam satu waktu hingga kamu lupa untuk bahagia. Gelisah, stress, depresi, kadang ga fokus dan seperti orang linglung. Sedih yang bercampur aduk dengan banyak perasaan lainnya. Butuh hiburan tapi tak ada yang bisa menghibur apa yang ada dalam benak dan pikiranmu. Terpojokkan oleh diri sendiri. Kadang suka tiba-tiba nangis sendiri padahal ga ada yg dipikirin atau membuat sedih.

Atau kemungkinan lainnya bukan dirimu yang membuat penjara tersebut, tapi orang-orang dilingkungan dekatmu. Misalnya keluarga. Ketika kamu ingin A namun sanak saudara menyetujui kamu untuk melakukan hal B. Lalu kemudian kamu mati-matian belajar melakukan hal yang menurut orang lain "baik buat kamu" demi membuat mereka bangga dan membuat mereka bahagia. Hidup mu penuh dengan dikte keinginan mereka sampai kamu lupa bahwa kamu juga memiliki keinginan mu sendiri. Pencapaianmu sendiri, goals mu sendiri. Hingga bentrok batin pun terjadi. Perang pikiran dan batin. Ketika batin ingin memberontak namun pikiran menenangkan dengan berkata "tak apaa, semangatlah ini demi orang tua mu.. Jalani saja" dan akhirnya batinmu selalu mengalah.

Segalanya menjadi tak sejalan namun kamu berusaha untuk tetap baik-baik saja tanpa bercerita ke siapapun.Lebih parahnya lagi ketika sampai urusan percintaan pun kamu di dikte. Harus dengan yang bla.. bla.. bla.., jangan yang bla.. bla.. bla..
Padahal bahagia tak seharusnya di dikte. Tidak ada patokan dalam membentuk sebuah kebahagiaan. Tidak ada batasan dalam sebuah kebahagiaan. Karna bahagia adalah hal sederhana yang bisa kamu buat kapanpun dimanapun dengan siapapun. Tuhan pun tidak pernah membatasi kita harus bahagia yang bagaimana dan dengan siapa.

Kalau seperti ini rasa-rasanya dirimu diciptakan tuk jadi munafik atas dirimu sendiri.
Tapi tak ada pilihan selain menjalani, karena sudah terlanjur basah dan kecebur dalam lautan luas. Mau tidak mau, suka tidak suka kita harus bisa "survive" untuk berenang menuju tepi walau harus tenggelam berkali kali , jangan sampai lelah karena kamu akan tenggelam ke dasar dan tidak bisa kembali. Masih ada tepi pantai yang menanti untuk kamu datangi. Masih ada daratan yang bisa kamu tapaki.
Jika hidup memang kemungkinan yang bisa diupayakan, maka kamu masi bisa memenangkan batin mu setelah pikiranmu dapat kamu taklukan. Teruslah berusaha..
Lalu bagaimana dengan orang merdeka ? Menurutku adalah orang-orang yang bisa dengan bebasnya mengekspresikan apa yang ingin mereka kreasikan hingga lepas tanpa batas, karna merdeka adalah puncak bahagia seorang manusia. Dia tidak diperbudak waktu, tidak diperbudak zaman juga tren, tidak diperbudak keinginan nominal yang berlebihan, bahagia yang tidak di dikte oleh siapapun. Bahkan hobi mereka pun bisa dijadikan mata pencaharian, tidak terpatok pada paradigma atau stigma masyarakat bahwa kerja harus diperusahaan. Kenapa harus seperti itu kalau mereka mampu menciptakan kebahagiaannya dengan cara mereka sendiri.

Indahnya menjadi manusia merdeka. Tidak peduli apa kata orang, mereka mengambil resiko untuk di gunjing namun mereka teguh pada pendiriannya untuk bahagia dengan menciptakan karyanya. Sounds good, right ?
 
*Bacanya jangan terlalu baper ya apalagi sambil manggut-manggut*
tertawa bersama orang terdekat adalah bahagia yang sederhana yang luar biasa.